Ginjal adalah organ yang memiliki kemampuan yang luar biasa, diantaranya sebagai penyaring zat-zat yang telah tidak terpakai (zat buangan atau sampah) yang merupakan sisa metabolisme tubuh. Setiap harinya ginjal akan memproses sekitar 200 liter darah untuk menyaring atau menghasilkan sekitar 2 liter ‘sampah’ dan ekstra (kelebihan) air. Sampah dan esktra air ini akan menjadi urin, yang mengalir ke kandung kemih melalui saluran yang dikenal sebagai ureter. Urin akan disimpan di dalam kandung kemih ini sebelum dikeluarkan pada saat Anda berkemih.
Zat-zat
yang sudah tidak terpakai lagi atau sampah tersebut diperoleh dari
proses normal pemecahan otot dan dari makanan yang dikonsumsi. Tubuh
akan memakai makanan tersebut sebagai energi dan untuk perbaikan
jaringan. Setelah tubuh mengambil secukupnya dari makanan, sisanya akan
dikirim ke dalam darah untuk kemudian disaring di ginjal. Jika fungsi
ginjal terganggu maka kemampuan menyaring zat sisa ini dapat terganggu
pula dan terjadi penumpukan dalam darah sehingga dapat menimbulkan
berbagai manifestasi gangguan terhadap tubuh.
Protein
sangat dibutuhkan untuk membangun semua bagian tubuh, seperti otot,
tulang, rambut dan kuku. Protein-protein yang ada dalam darah dapat
keluar ke urin (bocor) bila unit penyaring ginjal – glomerulus – sudah
mengalami kerusakan. Protein yang terkandung di dalam urin, disebut
dengan albumin.
1.2 Gangguan Fungsi Ginjal
Gagal
ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium
gagalginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR(Glomerular Filtration
Rate) yang tersisa danmencakup :
1.Penurunan
cadangan ginjal;Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal
(penurunanfungsi ginjal), tetapi tidak ada akumulasi sisa metabolic.
Nefron yang sehatmengkompensasi nefron yang sudah rusak, dan penurunan
kemampuan mengkonsentrasiurin, menyebabkan nocturia dan poliuri.
Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untukmendeteksi penurunan fungsi
2.Insufisiensi
ginjal;Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 ± 35% dari normal.
Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri
karena beratnya bebanyang diterima. Mulai terjadi akumulai sisa
metabolic dalam darah karena nefron yangsehat tidak mampu lagi
mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretic,menyebabkan oliguri,
edema. Derajat insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang danberat,
tergantung dari GFR, sehingga perlu pengobatan medis
3.Gagal
ginjal; yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.4.Penyakit
gagal ginjalstadium akhir;Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari
normal. Hanya sedikitnefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal
ditemukan jaringan parut dan atrofitubuluS. Akumulasi sisa metabolic
dalam jumlah banyak seperti ureum dan kreatinindalam darah. Ginjal sudah
tidak mampu mempertahankan homeostatis danpengobatannya dengan dialisa
atau penggantian ginjal.(Corwin, 1994)Pathways (terlampir)
Pendekatanteoritis
yang biasanya diajukan untuk menjelaskan gangguan fungsi ginjalpada
Gagal ginjal Kronis:1.Sudut pandang tradisionalMengatakan bahwa semua
unit nefrontelah terserang penyakit namun dalam stadium yang
berbeda-beda, dan bagian spesifik darinefron yang berkaitan dengan
fungsi ±fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atauberubah
strukturnya, misalnya lesi organic pada medulla akan merusak susunan
anatomicdari lengkung henle.2.Pendekatan Hipotesis Bricker atau
hipotesis nefron yangutuhBerpendapat bahwa bila nefron terserang
penyakit maka seluruh unitnya akan hancur,namun sisa nefron yang masih
utuh tetap bekerja normal. Uremia akan timbul bila jumlahnefron yang
sudah sedemikian.
Berkurangsehingga
keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat
dipertahankanlagi.Adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon
terhadap ancamanketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron
yang ada mengalami hipertrofi dalamusahanya untuk melaksanakan seluruh
beban kerja ginjal, terjadi peningkatan percepatanfiltrasi, beban solute
dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron yang terdapat dalam
ginjalturun dibawab normal.Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam
mempertahankankeseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat
fungsi ginjal yang rendah.Namunakhirnya kalau 75 % massa nefron telah
hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban solutebagi tiap nefron
sedemikian tinggi sehingga keseimbangan glomerolus-tubulus tidak
dapatlagi dipertahankan. Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun
konsentrasi solute dan airmenjadi berkurang.
H. Tanda Dan Gejala
1.Gangguan pernafasan
2.Udema
3.Hipertensi
1.Gangguan pernafasan
2.Udema
3.Hipertensi
4.Anoreksia, nausea, vomitus
5.Ulserasi lambung
6.Stomatitis
7.Proteinuria
8.Hematuria
9.Letargi, apatis, penuruna konsentrasi
10.Anemia
11.Perdarahan
12.Turgor kulit jelek, gatak gatal pada kulit
13.Distrofi renal
14.Hiperkalemia
15.Asidosis metabolic
5.Ulserasi lambung
6.Stomatitis
7.Proteinuria
8.Hematuria
9.Letargi, apatis, penuruna konsentrasi
10.Anemia
11.Perdarahan
12.Turgor kulit jelek, gatak gatal pada kulit
13.Distrofi renal
14.Hiperkalemia
15.Asidosis metabolic
1. Kardiovaskuler
Hipertensi,
gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis Pitting edema
(kaki,tangan, sacrum) Edema periorbital Friction rub pericardial
Pembesaran vena leher2.Dermatologi Warna kulit abu-abu mengkilat Kulit
kering bersisik Pruritus Ekimosis Kukutipis dan rapuh Rambut tipis dan
kasar3. Pulmoner Krekels Sputum kental dan liat Nafasdangkal Pernafasan
kussmaul4. Gastrointestinal Anoreksia, mual, muntah, cegukan Nafasberbau
ammonia Ulserasi dan perdarahan mulut Konstipasi dan diare Perdarahan
salurancerna5. Neurologi Tidak mampu konsentrasi Kelemahan dan keletihan
Konfusi/ perubahantingkat kesadaran Disorientasi Kejang Rasa panas pada
telapak kaki Perubahan perilaku6.Muskuloskeletal Kram otot Kekuatan
otot hilang
Kelemahan pada tungkai Fraktur tulang Foot drop7. Reproduktif Amenore Atrofi
testekuler(Smeltzer & Bare, 2001)
I.Pemeriksaan Penunjang
1.Urine :
- Volume
- Warna
- Sedimen
- Berat jenis
- Kreatinin
- Protein
- Warna
- Sedimen
- Berat jenis
- Kreatinin
- Protein
2.Darah :
-Bun / kreatinin
-Hitung darah lengkap
-Sel darah merah
-Bun / kreatinin
-Hitung darah lengkap
-Sel darah merah
- Natrium serum
- Kalium
- Magnesium fosfat
- Protein
- Osmolaritas serum
- Kalium
- Magnesium fosfat
- Protein
- Osmolaritas serum
3.Pielografi intravena
-Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
- Pielografi retrograd
-Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel
- Arteriogram ginjal
-Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, massa.
4.Sistouretrogram berkemih
Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter, retensi.
5.Ultrasono ginjal
Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran
perkemihan bagian atas.
6.Biopsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologis
7.Endoskopi ginjal nefroskopi
Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal ; keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor
selektif
8.EKG
Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, aritmia, hipertrofi
ventrikel dan tanda tanda perikarditis.
1.Pemeriksaan
Laboratoriumo Laboratorium darah :BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K,
Ca,Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody
(kehilanganprotein dan immunoglobulin)o Pemeriksaan UrinWarna, PH, BJ,
kekeruhan, volume,glukosa, protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT2.
Pemeriksaan EKGUntukmelihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda
perikarditis, aritmia, dan gangguanelektrolit (hiperkalemi,
hipokalsemia)3. Pemeriksaan USGMenilai besar dan bentukginjal, tebal
korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi system
pelviokalises,ureter proksimal, kandung kemih serta prostate4.
Pemeriksaan Radiologi
2.Renogram,
Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal Aretriografi
danVenografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada,
pemeriksaan rontgentulang, foto polos abdomen
3. J.Komplikasi
4.
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara
lain:1.Hiperkalemia2.Perikarditis3.Hipertensi4.Anemia5.Penyakit
tulang(Smeltzer & Bare,2001)
5. K.Penatalaksanaan
6.1.DialisisDialisis
dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yangserius,
seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis
memperbaikiabnormalitas biokimia ; menyebabkan caiarn, protein dan
natrium dapat dikonsumsisecara bebas ; menghilangkan kecendurungan
perdarahan ; dan membantu penyembuhanluka.2.Penanganan
hiperkalemiaKeseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalahutama
pada gagal ginjal akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling
mengancamjiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan
adanya hiperkalemiamelalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit
serum ( nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI :5.5 mmol/L), perubahan EKG
(tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi),dan perubahan
status klinis. Pningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian
ion pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui
retensi enema.3.Mempertahankan keseimbangan cairan
7.Penatalaksanaan
keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan harian,
pengukurantekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang
hilang, tekanan darah danstatus klinis pasien. Masukkan dan haluaran
oral dan parentral dari urine, drainaselambung, feses, drainase luka dan
perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untukterapi penggantia
cairan.GlomerularFiltrationRate(GFR)=[ (140 ± age in years) ×weight (kg)
]/plasma creatinine (µmol/l) × 0.82 (subtract 15 per cent
forfemales)Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :
aRestriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
bObat-obatan
: diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida untukterapi
hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi
obat yangdapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila
terjadi anemia.
c Dialisis
d Transplantasi ginjal
(Reeves, Roux, Lockhart, 2001)
1.3 GAGAL GINJAL AKUT
Gagal
ginjal akut (GGA) merupakan suatu sindrom yang ditandai oleh adanya
penurunan drastic pada glomerular filtration rate (jam sampai hari),
retensi limbah metabolisme nitrogen, dan gangguan volume ekstraseluler
dan homeostasis asam-basa. Persentasi GGA di rawat inap yaitu 5% dan 30%
pada ICU. Oliguria (output urin < style=""> dibagi atas 3
kategori.
(1).
Penyakit yang menyebabkan hipoperfusi pada ginjal tanpa kerusakan
integritas dari parenkim ginjal (GGA prerenal, prerenal azotemia)
(~55%);
(2) Penyakit yang secara langsung melibatkan parenkim renal (GGA renal, renal azotemia) (~40%); dan
(3) Penyakit yang berhubungan dengan sumbatan pada saluran kemih (GGA postrenal, postrenal azotemia) (~5%).
Kebanyakan
GGA reversible, ginjal termasuk organ yang relatif unik diantara organ
yang lain dalam kemampuannya untuk sembuh dari fungsi yang
menurun.Namun, GGA tetap juga merupakan morbiditas dan mortalitas utama
dalam rumah sakit akibat beratnya penyakit penyebab GGA tersebut .
ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
GGA PRERENAL (PRERENAL AZOTEMIA
GGA
prerenal adalah bentuk paling sering dari GGA dan memberikan respon
fisiologik berupa hipoperfusi renal ringan sampai sedang. GGA prerenal
dapat reversible dengan cepat melalui restorasi aliran darah ginjal dan
tekanan ultrafiltasi glomerulus. Jaringan parenkim ginjal tidaklah
rusak; dengan demikian, ginjal dari individu dengan GGA prerenal
berfungsi baik ketika dicangkok ke dalam para penerima dengan fungsi
kardiovasculer yang normal. Hypoperfusion yang lebih berat dapat
menyebabkan trauma iskemik dari parenkim ginjal dan Renal GGA ( lihat di
bawah). Jadi, GGA prerenal dan GGA renal akibat ischemia menjadi bagian
dari suatu spektrum hypoperfusion ginjal. GGA Prerenal dapat
mempersulit penyakit apapun yang mempengaruhi hypovolemia, berhubungan
dengan cardiac output yang rendah, vasodilatasi sistemik, atau
vasokonstriksi selektif intrarenal.
Hypovolemia
akan menyebabkan penurunan tekanan arterial sistemik, dimana dideteksi
sebagai berkurangnya regangan arterial dan cardiac baroreseptor.
Baroreceptor yang aktif memicu suatu respon neurohormonal yang dirancang
untuk mengembalikan volume darah dan tekanan arterial. Ini meliputi
pengaktifan dari sistem simpatik renin-angiotensin-aldosterone dan
pelepasan arginine vasopressin (AVP; dahulu dikatakan sebagai
Antidiuretik Hormone). Norepinephrine, angiotensin II, dan AVP
berkolaborasi dalam usaha untuk menjaga perfusi otak dan jantung dengan
merangsang vasokonstriksi pada sirkuit vaskuler "nonesensial", seperti
musculocutaneous dan peredaran splanchnic, mencegah pelepasan natrium
yang menghambat melalui keringat, merangsang haus, dan dengan memicu
retensi natrium dan air. Perfusi glomerulus, tekanan ultrafiltrasi, dan
tingkat filtrasi selama hypoperfusion yang ringan dijaga melalui
beberapa mekanisme kompensasi. Reseptor regangan dalam arteriol
afferent, sebagai respon atas suatu pengurangan tekanan perfusion,
mencetuskan vasodilatasi arteriol afferent melalui suatu refleks
myogenik lokal ( autoregulasi). Biosynthesis dari vasodilator
prostaglandins ( e.g., prostaglandin E2 dan prostacyclin) juga
ditingkatkan, dan campuran ini cenderung melebarkan arteriol aferen.
Sebagai tambahan, angiotensin II cenderung menyebabkan vasokonstriksi
arteriol eferen. Sebagai hasilnya, tekanan intraglomerular terjaga,
fraksi plasma yang mengalir melalui kapiler glomerular yang tersaring
akan ditingkatkan ( fraksi filtrasi), dan glomerular filtration rate
(GFR) dipertahankan. Pada keadaan hypoperfusion yang lebih berat, respon
kompensasi ini dapat gagal dan GFR menurun, dan mengarah kepada GGA
prerenal
Autoregulasi
dari dilatasi arteriol afferent maksimal pada tekanan arterial sistemik
setinggi ~ 80 mmHg, dan hipotensi di bawah angka ini berhubungan dengan
suatu kemunduran yang drastis dari GFR. Derajat hipotensi yang lebih
rendah dapat menimbulkan GGA prerenal pada orang tua dan pada pasien
dengan penyakit yang mempengaruhi integritas arteriol afferent (misal,
hypertensive nephrosclerosis, vasculopathy diabetik). Sebagai tambahan,
obat yang mempengaruhi respon adaptif pada microsirkulasi ginjal dapat
merubah hypoperfusion ginjal terkompensasi menjadi GGA prerenal yang
jelas atau memicu GGA prerenal menjadi GGA ischemic intrarenal.
Obat-obat inhibitor dari baik biosintesis renal prostaglandin [
penghambat cyclooxygenase ; nonsteroidal antiinflamation drugs( NSAIDS)]
atau inhibitor angiotensin-converting enzim (ACE Inhibitor) dan
reseptor angiotensin II blockers adalah penyebab yang utama dan harus
digunakan secara hati-hati pada keadaan yang dicurigai dapat terjadi
hipoperfusi ginjal. NSAIDS tidak mempengaruhi GFR pada individu yang
sehat tetapi dapat mempercepat GGA prerenal pada pasien dengan penurunan
volume cairan atau pada insufisiensi renal kronis dimana GFR terjaga
oleh hiperfiltrasi yang dimediasi prostaglandin oleh nefron fungsional
yang terisa. penghambat ACE harus digunakan dengan bijaksana pada pasien
dengan stenosis arteri ginjal bilateral atau stenosis unilateral dimana
hanya satu ginjal yang berfungsi. Pada keadaan ini, perfusi dan
filtrasi glomerular sangat dipengaruhi oleh angiotensin II. Angiotensin
II memelihara tekanan filtrasi glomerular distal ke stenosis dengan
peningkatan tekanan arterial systemic dan dengan mencetuskan konstriksi
selektif pada arteriol. Penghambat ACE dapat memperlambat respon ini dan
mempercepat GGA, namun umumnya reversibel, pada ~30% kasus.
Hepatorenal
Syndrome ini adalah suatu bentuk agresif dari GGA, dengan banyak bentuk
dari GGA prerenal, yang sering mempersulit kegagalan hepatik akibat
cirrhosis atau penyakit hati berat lainnya, mencakup keganasan, reseksi
hepatik, dan obstruksi bilier. Pada sindrom hepatorenal yang berat, GGA
berkembang walaupun telah terjadi optimisasi hemodinamika sistemik dan
memiliki tingkat kematian sebesar >90%.
GGA INTRINSIC RENAL (INTRINSIC RENAL AZOTEMIA)
GGA
renal dapat mempersulit beragam penyakit berbeda pada parenkim ginjal
itu sendiri. Dari sudut pandang klinikopathologis, dapat berguna untuk
membagi penyebab GGA renal ke dalam (1) penyakit dari pembuluh darah
besar ginjal, (2) penyakit dari mikrosirkulas ginjal dan glomeruli, (3)
GGA ischemic dan akibat nephrotoxic, dan (4) radang tubulointerstitial.
GGA renal paling sering dicetuskan oleh ischemia ( GGA yang ischemic)
atau nephrotoxins ( GGA yang nephrotoxic), yang secara sederhana
menimbulkan acute tubular necrosis ( ATN). Maka, pada umumnya penggunaan
istilah GGA dan ATN dapat dipertukarkan pada keadaan seperti ini.
Bagaimanapun, sebanyak 20 sampai 30% dari pasien dengan GGA ischemic
atau nephrotoxic tidak mempunyai tanda klinis atau bukti morphologis
dari nekrosis tubuler, menggarisbawahi peran dari trauma sublethal pada
epithelium tubuler dan kerusakan lain pada sel ginjal yang lain (
misal,sel endothelial ) pada pathophysiology dari sindrom ini.
Etiologi and Pathophysiologi GGA iskemik .
GGA
prerenal dan GGA iskemik menjadi bagian dari spektrum bentuk
hipoperfusi ginjal. GGA iskemik berbeda dengan GGA prerenal dalam arti
bahwa hipoperfusi memicu trauma ischemic pada sel parenkim ginjal,
terutama epithelium tubuler, dan penyembuhan biasanya memerlukan 1
sampai 2 minggu setelah normalisasi perfusi ginjal sebagaimana
diperlukan regenerasi dan perbaikan sel ginjal. Dalam bentuk paling
ekstrim nya, ischemia mengarah kepada bilateral nekrosis korteks renal
dan gagal ginjal irreversibel. GGA iskemik terjadi paling sering pada
pasien yang menjalani operasi kardiovasculer besar atau menderita trauma
yang berat, perdarahan, sepsis, dan/atau kekurangan cairan tubuh. GGA
iskemik dapat juga mempersulit bentuk ringan hypovolemia yang nyata atau
penurunan efektifitas volume arterial darah jika terjadi bersamaan
dengan trauma lainnya (misal, nephrotoxins atau sepsis) atau pada pasien
dengan mekanisme pertahanan autoregulator yang menurun atau dengan
riwayat penyakit ginjal sebelumnya.
Keadaan
GGA iskemik ditandai oleh tiga fase: inisiasi, pemeliharaan, dan tahap
penyembuhan. Tahap inisiasi ( jam sampai hari) adalah periode awal dari
hipoperfusi ginjal terjadi selama trauma iskemik sedang berkembang. GFR
merosot sebab (1) tekanan ultrafiltrasi glomerular dikurangi sebagai
konsekwensi dari rendahnya aliran darah ginjal, (2) aliran saringan
glomerulus di dalam tubulus dihalangi oleh serpihan-serpihan yang
terdiri atas sel epithelial dan bekas limbah nekrotik yang
berasal dari tubulus dan epithelium, dan adanya kebocoran filtrasi
glomerular melalui luka epithelium tubuler. Trauma iskemik adalah paling
sering pada bagian terminal meduler dari proximal tubule ( Segmen S3,
pars recta) dan bagian meduler dari ascending loop of Henle. Kedua
segmen mempunyai tingkat transpor aktif larutan dan konsumsi oksigen
yang tinggi dan terletak pada area ginjal yang rentan ischemic, meski
dalam kondisi-kondisi basal, oleh pengaturan aliran balik yang unik pada
vasculatur meduler. Iskemik seluler mengakibatkan satu rangkaian
perubahan transpor ion dan integritas membran yang pada akhirnya
mengarah pada trauma sel dan, jika berat dapat menyebabkan apoptosis dan
nekrosis sel
Perubahan
ini meliputi penghabisan ATP, inhibisi pengangkutan sodium aktif dan
transpor larutan lainnya, kerusakan dari regulasi sel dan pembengkakan
sel, gangguan cytoskeletal dan hilangnya polaritas sel, pemasangan
matriks-sel dan sel-sel, akumulasi kalsium intracellular, perubahan
metabolisme phospholipid, pembentukan radikal oksigen bebas, dan
peroxidasi membran lipids. Sangat penting trauma ginjal dapat diatasi
dengan pengembalian alirah darah ginjal selama periode ini.
Tahap
inisiasi dilanjutkan oleh suatu tahap pemeliharaan ( biasanya 1 sampai 2
minggu). selama sel ginjal yang trauma dibentuk kembali, GFR
menstabilkan pada titik terendah nya (umumnya 5 sampai 10 mL/min),
keluaran urin paling rendah, dan komplikasi uremik muncul. Alasan
mengapa GFR tetap rendah selama tahap ini walaupun dengan koreksi dari
hemodinamika sistemik belum dapat dijelaskan. Mekanisme yang dipercayai
meliputi vasoconstriction intrarenal persisten dan ischemia meduler
dicetuskan oleh pelepasan mediator vasoaktif yang tidak teregulasi
akibat kerusakan sel endothelial ( e.g., penurunan nitritoxide,
peningkatan endothelin-1, adenosine, dan platelet-activating factor),
kongesti pembuluh darah meduller, dan trauma reperfusion yang dipicu
oleh sejenis oksigen reaktif dan mediator lain yang berasal dari
leukocytes atau sel parenkim ginjal. Sebagai tambahan, sel epithelial
yang cedera per se dapat berperan dalam vasokonstriksi persiten melalui
suatu proses yang disebut umpan balik tubuloglomerulal. Sel epitel
khusus pada daerah macula densa pada tubulus distal mendeteksi
peningkatan transport natrium yang terjadi sebagai konsekuensi dari
kerusakan reabsorbsi dari segmen proximal nefron. Sel macula densa
kemudian merangsang konstriksi dari arteriol aferen sekitar dengan
mekanisme yang kurang dimengerti dan kemudian mengurangi perfusi
glomerular dan filtrasinya, sehingga memperparah keadaan. Fase
penyembuhan ditandai dengan perbaikan dan regenerasi dari sel parenkim
ginjal, terutama sel epitel tubuler dan secara perlahan GFR menjadi
normal atau kembali pada kadar premorbid. Fase penyembuhan ini dapat
dipersulit oleh adanya peningkatan fase diuretik akibat eksresi dari
natrium , air, dan larutan lain yang tadinya tertahan, penggunaan lanjut
dari diuretic, atau terlambatnya fungsi sel epitel (untuk reabsorbsi
larutan dan air)
Patofisiologi dan Etiologi GGA Nephrotoksik
GGA
renal intrinsic akut dapat terjadi akibat paparan berbagai agen
farmakologik. Paling banyak yaitu nephrotoxins, insiden GGA meningkat
pada lanjut usia dan pasien dengan insufisiensi ginjal kronis,
hypovolemia nyata atau papararan terhadap toxin yang lain
Vasokonstriksi
intrarenal merupakan kejadian awal pada GGA yang dipicu oleh
radiocontrast, siklosporin, dan tacrolimus. Sehubungan dengan
patofisiologi ini, agen tersebut memicu GGA yang memiliki kemiripan
dengan GGA prerenal: yaitu penurunan akut dari aliran darah ginjal dan
GFR2, sedimen urin yang relatif ringan, dan
eksresi natrium yang rendah. Kasus berat dapat memperlihatkan bukti
klinis atau patologik dari adanya ATN(3). Nefropati toksik
akibat zat kontras umumnya memperlihatkan peningkatan akut (onset 24-48
jam) dari BUN dan kreatinin namun reversibel (resolusi dalam 1 minggu)
dan paling umum terjadi pada individu dengan insufisensi renal kronik,
DM, CHF, hipovolemik, atau myeloma multipel. Sindrom ini sepertinya
terkait dengan dosis dan insidennya sedikit berkurang pada individu
resiko tinggi dengan memakai agen kontras yang lebih mahal, nonionik
kontras
Toksisitas
langsung terhadap sel epitel tubuler dan atau obstruksi intratubuler
adalah kejadian patofisiologis utama pada GGA yang disebabkan oleh
antibiotik dan antikanker. Zat yang sering merusak adalah agen
antimicrobial seperti acyclovir, foscarnet, aminoglikosida, amphotericin
B, dan pentamidini, dan agen kemoterapi seperti cisplatin, carboplatin,
dan ifosfamide. GGA terjadi pada 10 sampai 30% penggunaan
aminoglikosida walaupun dengan kadar terapeutik. Amfoterisin B
menyebabkan GGA- terkait dosis melalui vasokonstriksi intrarenal dan
toksisitas langsung pada epitel tubulus. Cisplatin dan carboplatin
seperti aminoglikosida terkumpul oleh sel tubulus proksimalis dan
memprovokasi GGA setelah 7 hingga 10 hari dari paparan dengan cara
merusak mitokondria, inhibisi dari aktivitas ATPase, transpor larutan,
trauma yang dimediasi radikal bebas terhadap membran sel, apoptosis, dan
nekrosis
Nephrotoxin
endogen yang paling umum adalah kalsium, myoglobin, hemoglobin, urat,
oxalate, dan myeloma rantai ringan. Hyperkalsemia dapat menurunkan GFR(2),
kebanyakan dengan memicu vasokonstriksi intrarenal. Deposisi kalsium
fosfat didalam ginjal juga berkontribusi. Rhabdomyolisis dan hemolisis
dapat memicu GGA, umumnya pada pasien dengan hipovolemik atau asidosis.
Myoglobinuric GGA terjadi kurang lebih 30% kasus dari rhabdomyolisis.
Kasus umum ini termasuk cedera trauma tabrakan, iskemia otot akut,
kejang, olahraga berlebihan, heat stroke, atau gangguan metabolisme. GGA
akibat hemolisis biasanya jarang dan diperlihatkan dari reaksi pada
transfuse darah yang massif. Telah menjadi postulat bahwa myoglobin dan
hemoglobin atau komponen lain yang dilepaskan oleh otot atau sel darah
merah menimbulkan GGA melalui efek toksik pada sel epitel tubuler,
dengan mempromosi stress oksidatif pada intrarenal dan dengan memicu
pembentukan serpihan padat intratubuler. Hipovolemia atau asidosis dapat
berkontribusi pada patogenesis GGA dalam keadaan ini dengan pembentukan
serpihan padat intratubuler.
Sebagai
tambahan, hemoglobin dan myoglobin adalah penghambat yang kuat dari
bioactivitas nitrit-oxide dan dapat mencetuskan vasokonstriksi
intrarenal dan inskemik pada pasien dengan hypoperfusion ringan.
Serpihan padat intratubuler ini mengandung immunoglobulin rantai ringan
dan protein lainnya, termasuk Tamm-Horsfall protein yang diproduksi oleh
sel thick ascending limb , yang merupakan pemicu utama terjadinya GGA
pada pasien dengan multiple (myeloma cast nephropathy). Sebagai
tambahan, rantai ringan dapat secara langsung menjadi racun untuk sel
epithelial tubuler. Obstruksi intratubuler juga merupakan sebab penting
terjadinya GGA pada pasien dengan hyperuricosuria atau hyperoxaluria.
Nephropati asam urat akut biasanya muncul pada pengobatan gangguan
lymphoproliferative atau myeloproliferative namun lebih sering terjadi
akibat hyperurisemia jika urin terkonsentrasi.
Pathologi dari GGA Iskemik (1)
Gambaran
patologis klasik dari GGA iskemik yaitu nekrosis fokal dari epitel
tubuler dengan adanya pelepasan dari membran dasarnya dan oklusi lumen
tubulus oleh serpihan padat yang terbentuk dari sel epitel yang
degenerasi, debris seluler, Tamm-Horsfall mucoprotein, dan pigmen.
Akumulasi lekosit juga sering telrihat pada vasa recta, namun
morphologis dari glomeruli dan vasculature ginjal biasanya normal.
Necrosis paling parah terlihat pada bagian pars recta dari tubulus
proksimalis namun dapat juga terdapat pada bagian meduler dari thick
ascending limb pada loop of Henle.
Pada
GGA nephrotoksik, perubahan morfologis cenderung terlihat jelas baik
pada convoluted dan pars recta tubulus proksimalis. Nekrosis sel tubuler
lebih jarang terlihat dibandingkan GGA iskemik.
Penyebab lain GGA Renal.
Pasien
dengan atherosclerosis berat dapat mengalami GGA setelah manipulasi
aorta atau arteri renalis pada saat operasi atau angiography, setelah
suatu trauma, atau yang lebih jarang, adanya embolisasi kristal
kolesterol pada pembuluh darah ginjal (atheroembolic GGA). Kristal
kolesterol tersumbat di dalam lumen arteri berukuran kecil atau sedang.
Kemudian memicu reaksi sel giant dan reaksi fibrosis di dalam dinding
pembuluh darah dengan penyempitan atau penyumbatan dari lumen pembuluh
darah. Atheroembolic GGA biasanya ireversibel.
Sangat
banyak struktur agen pharmalogis yang memicu GGA akibat reaksi
hipersensitivitas berupa interstitial nephritis, suatu penyakit yang
ditandai dengan adanya infiltrate pada tubulointerstritium berupa
granulosit (biasanya namun tidak selalu, eosinophils), makrofag,
dan/atau limfosit dan dengan interstitial oedema. Obat yang tersering
adalah antibiotic seperti penicillins, cephalosporins, trimethoprim,
sulfonamides, rifampicin dan NSAID (4)
GGA POSTRENAL
Prevalensi
bstruksi saluran kemih sebagai penyebab GGA kurang dari 5% kasus GGA.
Hal ini dikarenakan ginjal mempunyai kapasitas klirens untuk mengeksresi
produk limbah nitrogenous setiap harinya, GGA akibat obstruksi hanya
terjadi jika terdapat sumbatan aliran urin dari urethral meatus externum
dan kandung kemih, obstruksi bilateral ureter, atau sumbatan ureter
unilateral pada pasien dengan 1 ginjal yang berfungsi.Obstruksi
buli-buli merupakan sebab umum terjadinya GGA postrenal dan biasanya
disebabkan oleh penyakit prostate (seperti Bengn Prostat Hypertrophy,
tumor, atau infeksi). Penyebab yang lebih jarang yaitu obstruksi saluran
kemih bagian bawah termasuk bekuan darah, calculus, dan urtheritis
disertai spasme. Obstruksi ureter dapat disebabkan oleh obstruksi
intraluminal (kalkulus), infiltrasi dinding ureter (neoplasia) atau
kompresi eksternal (retroperitoneal fibrosis, neoplasia, atau abses)
Selama tahap awal obstruksi (jam sampai hari), filtrasi glomerulus yang
berkontinu akan meningkatkan tekanan intraluminal di atas dari lokasi
obstruksi. Sebagai hasilnya, terjadi distensi berangsur dai ureter
proksimal, renal pelvis, dan calyces, dan penurunan pada GFR(2).
Obstruksi akut mulanya berkaitan dengan peningkatan ringan aliran darah
ginjal namun vasokonstriksi arteriolar segera terjadi mendadak,
mengarahkan pada penurunan filtrasi glomerulus lebih lanjut.
MANIFESTASI KLINIS DAN DIFERENSIAL DIAGNOSIS
Pasien
yang datang dengan gagal ginjal sebaiknya segera diniliai untuk
menentukan penurunan pada GFR apakah perjalanannya akut atau sudah
kronis. Proses akut dengan mudah ditentukan jika pemeriksaan
laboratorium sebelumnya memperlihatkan peningkatan dari kadar blood
ureum nitrogen dan creatinin, namun pengukuran sebelumnya tidak selalu
tersedia. Penemuan yang memperlihatkan keadaan gagal ginjal kronis
termasuk anemia, neuropati, dan bukti radiologis adanya osteodistrophi
ginjal atau ginjal berukuran kecil dengan jaringan parut. Namun, harus
diketahui bahwa anemia juga dapat ditemukan pada GGA dan ukuran ginjal
normal arau lebih sedikit besar dibandingkan ginjal pada beberapa
penyakit ginjal kronis (nephropaty diabetic, amyloidosis, dan polycystic
kidney disease). Setelah diagnosis GGA ditegakkan, beberapa hal perlu
ditentukan segera: (1) identifikasi penyebab dari GGA, (2) eliminasi
dari zat-zat pemicu (nephrotoxin) dan/atau prosedur terapi spesifik
dan (3) pencegahan dan penatalaksanaan komplikasi uremik.
PENILAIAN KLINIS
Petunjuk
klinis pada GGA prerenal adalah gejala kehausan dan pusing pada saat
berdiri tegak dan bukti pemeriksaan fisis berupa adanya hipotensi
orthostatic dan tachycardia, penurunan tekanan vena jugularis, penurunan
turgor kulit, membrane mukosa yang kering, dan berkurangnya keringat
pada aksiler. Riwayat adanya penurunan progresif dari produksi urin dan
berat badan serta riwayat penggunaan NSAID (4) , ACE Inhibitor (5),
atau angiotensin reseptor blocker. Dari pemeriksaan klinis secara
seksama akan dapat terlihat stigmata dari penyakit hati kronis dan
hipertensi portal, gagal jantung, sepsis, atau penyebab lain yang
mengurangi volume darah arterial efektif
GGA
renal akibat iskemik biasanya terjadi setelah adanya hipoperfusi ginjal
berat akibat hipovolemic atau septic shock atau setelah operasi besar.
Kemungkinan GGA iskemik akan dapat berkembang lebih jauh jika GGA
menetap walaupun terdapat normalisasi hemodinamika sistemik. Diagnosis
dari GGA akibat nephrotoxic membutuhkan peninjauan terhadap data klinis,
farmakologis, perawatan, dan riwayat radiology sebagai suatu bukti
terhadap paparan dari pengobatan nephrotoxin atau agen radiokontras atau
terhadap toxin endogen (myoglobin, hemoglobin, asam urat, protein
myeloma, atau peningkatan kalsium dalam serum).
Walaupun
persentasi GGA iskemik dan nephrotoxic 90% dari kasus GGA renal,
penyakit parenkim ginjal yang lain juga patut dipertimbangkan. Nyeri
pinggul juga merupakan gejala umum akibat adanya oklusi dari arteri atau
vena ginjal dan dengan penyakit parenkim ginjal yang membuat kapsul
ginjal distensi (glomerulonephritis berat dan pyelonephritis). Nodul
subcutaneous, livedo retikularis, plaq oranye retinal arteriolar, nadi
kaki yang teraba merupakan tanda dari adanya atheroembolization. GGA
yang berhubungan dengan oligouria, edema, hipertensi, dan sediment urin
‘aktif’ (sindrom nefritik) menunjukkan adanya glomerulonephritis atau
vaskulitis. Hipertensi malignan sepertinya juga penyebab GGA pada pasien
dengan hipertensi yang berat dan bukti adanya kerusakan akibat
hipertensi pada organ lain (left ventricular hypertrofi, retinopati
hipertensif, papiledema, atau gangguan neurologist). Demam, arthralgia,
dan bercak eritematous yang gatal terjadi setelah paparan obat yang
menyebabkan adanya interstitial nephritis allergic, walaupun tanda dari
hipersensitivitas sistemik biasanya tak muncul
GGA
postrenal memperlihatkan gejala nyeri pada suprapubik dan pinggul
akibat distensi dari buli-buli dan pada saluran pengumpulan urin di
ginjal serta kapsul ginjal. Nyeri kolik pinggul yang dapat merambat ke
pangkal paha menunjukkan suatu obstruksi akut ureter. Penyakit prostat
diduga jika terdapat riwayat nokturia, frekuensi, dan hesitansi serta
pembesaran atau indurasi dari prostate pada pemeriksaan rectal.
Neurogenik bladder dicurigai terjadi pada pasien yang mngkonsumsi
obat-obatan antikolinergik atau adanya bukti klinis disfungsi autonom.
Diagnosis definitif dari GGA postrenal sangat bergantung pada
investigasi radiologik dan respon penyembuhan yang cepat setelah
hilangnya sumbatan.
URINALYSIS
Anuria
memberi informasi adanya sumbatan total namun dapat merupakan penanda
beberapa kasus GGA prerenal dan renal. Output urin yang berfluktuasi
menimbulkan kemungkinan adanya obstruksi intermitten dimana terdapat
pasien dengan obstruksi saluran kemih parsial mengalami poliuria akibat
gangguan mekanisme mengkonsentrasi urin.
Pada
GGA prerenal, sediment bersifat aseluler dan mengandung serpihan
hyaline transparan (urin sediment “jinak, “inaktif”, dan “lemah”).
Serpihan jyalin terbentuk pada urin yang tekonsentrasi dari unsur normal
pembentuk urin – utamanya protein Tamm-Horsfall, dimana disekresi oleh
sel epithelial dari Loop of henle. Terdapat juga GGA postrenal dengan
sediment inaktif, walaupun hematuria dan pyuria umum pada pasien dengan
obstruksi intralumen atau penyakit prostat serpihan berpigmen “coklat
lumpur” dan serpihan yang mengandung sel epitel tubulus adalah tanda
dari ATN (6) dan dapat juga menunjukkan adanya GGA iskemik
atau nefrotoksik. Serpihan ini biasanya ditemukan berkaitan dengan
hematuria mikroskopik atau pada proteinuria “tubuler” ringan
(<1g/dl). style=""> serpihan granuler yang umum adalah ciri dari
penyakit ginjal kronis dan kemungkinan menunjukkan adanya fibrosis
interstitial dan dilatasi tubulus. Jika dilakukan dengan pewarnaan
Hansel’s, eosinophilria (>5% dari leukosit) umum ditemukan (~90%)
pada nephritis interstitial allergic yang disebabkan oleh antibiotic.
Tetapi lymphosit lebih dominant pada nephritis interstitial allergic
akibar NSAIDs. Eosinophilluria merupakan tanda dari GGA atheroembolic.
Kristal asam urat sering ditemukan pada urin terkonsentrasi pada GGA
prerenal namun juga menunjukkan adanya nephropaty urat akut jika
ditemukan dalam jumlah yang besar. Kristal oxalat dan hippurat
meningkatkan kemungkinan keracunan ethylene glycol.
Proteinuria
dengan >1 g/dl memberitahukan adanya kerusakan pada glomerular
ultrafiltration barrier (proteinuria glomerular) atau eksresi dari
myeloma rantai ringan. Yang terakhir tidak terdeteksi dengan dipstick
biasa (yang mendeteksi albumin) dan harus direndam di asam
sulfosalisilat atau tes immunoelectrophoresis. Proteinuria berat juga
sering ditemukan (~80%) pada pasien yang mengalami interstitial
nephritis allergic dan glomerulopathy kelainan minimal jika mengkonsumsi
NSAIDs. Keadaan serupa dapat dipicu oleh pemberian ampicilin,
rifampisin, atau interferon A. Hemoglobinuria atau myoglobunuria harus
dipertimbangkan jika tes dipstick menunjukkan positif kuat pada heme
namun mengandung sedikit sel darah merah dan jika supernatant dari urin
yang tersentrifugal positif heme bebas. Bilirubinuria memberikan
petunjuk akan adanya sindrom hepatorenal.
TANDA KEGAGALAN GINJAL
Analisis
urin dan kimia darah sangat penting untuk membedakan antara GGA
prerenal dan GGA iskemik dan nephrotoksik yang merupakan GGA renal.
Fraksi eksresi sodium (FENa) paling berguna dalam hal ini. FENa
menghubungkan antara klirens natrium terhadap klirens kreatinin. Natrium
banyak direabsorbsi oleh filtrasi glomerulus pada pasien dengan GGA
prerenal sebagai usaha untuk mempertahankan volume intravaskuler tetapi
tidak pada GGA renal akibat adanya kerusakan dari sel epitel tubulus.
Kontrasnya, kreatinin tidak di reabsorbsi pada kedua keadaan tersebut.
Konsekuensinya, pasien dengan GGA prerenal biasanya mempunyai kadar FENa
<1%>1% indeks kegagalan ginjal memperlihatkan perbandingan
informasi karena variasi klinis dari konsentrasi natrium serum relative
kurang. Konsentrasi natrium pada urin kurang sensitive untuk membedakan
antara GGA prerenal dari GGA iskemik dan nephrotoksik dikarenakan nilai
yang sama pada keduanya. Tidak jauh beda, indikator kemampuan
mengkonsentrasikan urin seperti berat jenis, osmolalitas, rasio urea
urin-plasma, dan rasio ureum-kreatinin, informasinya terbatas untuk
menentukan differensial diagnosis
Perhatian lebih diberlakukan jika terdapat informasi kimiawi atas kegagalan ginjal. FENa
dapat >1% pada GGA prerenal jika pasien mengkonsumsi diuretik,
bicarbonaturia (bersamaan dengan natrium untuk mempertahankan
electronetralitas), gagal ginjal kronis yang dipersulit oleh natrium
wasting, atau insufisiensi adrenal. Kontrasnya, FENa <1%>
LABORATORIUM
Pengukuran
kreatinin serum berulang dapat memberikan informasi penyebab GGA. GGA
prerenal ditandai dengan kadar berfluktuasi yang parallel dengan
perubahan fungsi hemodinamik. Kreatinin meningkat drastis (24 sampai 48
jam) pada pasien dengan GGA akibat iskemik, atheroembolisasi, dan
paparan kontras radiologik. Kadar kreatinin puncak dapat terlihat
setelah 3 sampai 5 hari pada nephropati kontras dan kembali pada kadar
dasar setelah 5 sampai 7 hari. Sebaliknya, pada GGA iskemik dan penyakit
atheroembolic, kadar kreatinin mencapai puncak setelah 7 sampai 10
hari. Peningkatan awal kreatinin serum biasanya muncul setelah 2 minggu
terapi aminoglikosida dan cisplatin dan kemungkinan menunjukkan
dibutuhkannya akumulasi zat ini dalam sel sebelum GFR menurun
Hyperkalenia,
hyperphospatenia, hypocalcemia, dan peningkatan asam urat serum dan
kadar kreatinin kinase menunjukkan diagnosis rhabdomyolisis.
Hyperuricemia [>890 umol/L (>15 mg/dL)] yang berkaitan dengan
hyperkalemia, hyperphosphatemia, dan peningkatan kadar peredaran enzim
intraseluler seperti laktat dehidrogenase mengindikasikan adanya
nephropaty urat akut dan tumor lysis syndrome setelah menjalani
kemoterapi. Anion serum dan osmolal gap yang luas (osmolalitas serum
terukur dikurangi dengan osmolaltas serum yang dihitung dari konsentrasi
natrium, glukosa, dan ureum) mengindikasikan adanya anion atau osmole
yang tidak biasanya dalam sirkulasi dan merupakan tanda dari keracunan
ethylene glycol atau methanol. Anemia berat tanpa disertai perdarahan
meningkatkan kemungkinan adanya hemolisis, multiple myeloma, atau
microangiopathi trombotik. Eosinofilia sistemik menandakan adanya
nephritis interstitial allergic dan juga tanda penyakit atheroembolic
dan polyangiitis nodosa.
PENEMUAN RADIOLOGIK
Pencitraan
saluran kemih dengan USG sangat berguna menyingkirkan diagnosis GGA
postrenal. CT-Scan dan MRI merupakan modalitas alternative yang dapat
digunakan. Dimana dilatasi pelvicaliceal sering terjadi pada obstruksi
saluran kemih (~98% sensitivitas), dilatasi dapat tidak ditemukan pada
permulaan obstruksi dan pada penekanan diluar sistem ureter (missal pada
fibrosis retriperitoneal dan neoplasia). Retrograde pyelography adalah
investigasi yang lebih definitive pada kasus yang kompleks dan
memberikan lokalisasi spesifik lokasi obstruksi. Foto polos abdomen,
dengan tomography jika perlu, adalah teknik skrining awal pada pasien
yang dicurigai mempunyai batu saluran kemih. USG Doppler dan magnetic
resonance angiography berguna untuk menilai keadaan arteri dan vena
ginjal pada pasien yang dicurigai adanya obstruksi vaskulet,
bagaimanapun angiographi dengan kontras biasanya dibutuhkan untuk
diagnosis definitif.
BIOPSI GINJAL
Biopsi
hanya dilakukan pada keadaan dimana kemungkinan diagnosis GGA postrenal
dan prerenal telah disingkirkan dan penyebab dari GGA renal belum
diketahui. Biopsi ginjal penting pada saat pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan laboratorium menunjukkan diagnosis selain trauma iskemik
atau nephrotoksik yang kemudian dapat menjadi pedoman terapi khusus
untuk penyakit tersebut. Misalnya glomerulonephritis, vasculitis,
sindrom hemolitik-uremik, purpura thrombotik thrombositopenia, dan
interstitial nephritis allergic.
KOMPLIKASI
GGA
mengganggu eksresi natrium, kalium, dan air dan merusak homeostasis
divalensi kation serta mekanisme pengasaman urine. Akibatnya, GGA sering
mempersulit volume overload pada intravaskuler, hyponatremia,
hyperkalemia, hyperphosphatemia, hypocalcemia, hypermagnesemia, dan
asidosis metabolik. Sebagai tambahan, pasien tidak dapat mengeskresi
produk limbah nitrogen dan cenderung terkena syndrome uremik. Kecepatan
dari perkembangan dan keparahan dari komplikasi ini memperlihatkan
derajat kerusakan ginjal dan keadaan katabolisme dari pasien.
Ekspansi
volume cairan extraseluler merupakan suatu konsekuensi mutlak dari
berkurangnya eksresi air dan natrium pada pasien anuria atau oligouria.
Dimana bentuk yang lebih ringan ditandai dengan peningkatan berat badan,
rales paru, peningkatan tekanan vena jugular, dan edema. Ekspansi
volume berkelanjutan dapat mempresipitasi edema pulmoner yang berbahaya.
Hypervolemia dapat menjadi dilemma pada pasien yang sedang menjalani
pengobatan intravena dan nutrisi enteral atau parenteral. Pemberian
berlebihan air baik dengan cara biasa maupun dengan nasogastrik tube dan
pemberian intravena larutan hipotonik atau larutan dekstrose isotonic
dapat menyebabkan hipoosmolaliti dan hiponatremia, dimana jika parah
dapat menyebabkan edema serebral dan abnormalitas neurologis termasuk
kejang.
Hyperkalemia
merupakan komplikasi yang sering terjadi pada GGA. Serum kalium
biasanya meningkat 0,5 mmol/L per hari pada pasien anuri/oligouri akibat
gangguan eksresi kalium yang diinfus dan kalium yang dilepaskan dari
jaringan yang cedera. Asidosis metabolik yang telah ada sebelumnya dapat
mengeksaserbasi hiperkalemia karena adanya effluks kalium dari sel.
Hyperkalemia dapat menjadi parah, bahkan pada saat diagnosis pasien
rhabdomyolisis, hemolisis, dan tumor lysis syndrome. Hyperkalemia ringan (<6.0>
Metabolisme
dari asupan protein memberikan 50 hingga 100 mmol/hari asam
nonvotil yang secara normal dieksresi oleh ginjal. Konsekuensinya GGA
juga biasanya disertai dengan komplikasi asidosis metabolik, sering
dengan peningkatan serum anion gap. Asidosis dapat menjadi parah jika
produksi endogen dari ion hidrogen meningkat akibat mekanisme lainnya
(misalnya ketoasidosis diabetik, laktat asidosis akibat hipoperfusi
jaringan, penyakit hati, sepsis, atau metabolisme ethylene glycol dan
methanol.
Hiperphospatemia
ringan adalah komplikasi tersering dari GGA. Hiperphospatemia berat
dapat berkembang pada pasien dengan katabolisme tinggi atau setelah
rhabdomyolysis, hemolysis, atau tumor lysis. Deposisi metastatik dari
kalsium fosfatase dapat menyebabkan hipocalcemia, terlebih jika kadar
konsenstrasi kalsium dan fosfat melebihi 70 mg/dL. Faktor lainnya yang
berkontribusi pada hipocalcemia termasuk resistensi jaringan terhadap
pengaruh hormon paratirhoid dan penurunan kadar 1,25-dihydroxyvitamin D.
Hypocalcemia biasanya asimptomatis namun dapat menyebabkan paresthesia
perioral, keram otot, kejang, halusinasi, dan perubahan berkepanjangan
dari T-wave serta QT interval pada pemeriksaan EKG
Anemia
berkembang secara cepat pada GGA dan umumnya ringan serta terjadi
akibat banyak faktor. Faktor yang berkontribusi yaitu gangguan
eritropoesis, hemolisis, perdarahan, hemodilusi, dan menurunnya umur sel
darah merah. Memanjangnya waktu perdarahan dan leukositosis juga umum.
Infeksi merupakan komplikasi berat dan umum GGA yang terjadi pada 50
hingga 90% kasus GGA dan 75% menyebabkan kematian. Belum jelas apakah
pasien dengan GGA memiliki defek klinis signifikan pada respon imun atau
adanya peningkatan insidens infeksi akibat adanya kerusakan berulang
pada barier mukokutan (contoh pada kanul intravena, ventilasi mekanik,
kateter saluran kemih. Komplikasi kardiopulmoner pada GGA termasuk
arrhythmias, myocardial infarction, pericarditis dan efusi pericardial,
edema pulmoner, dan emboli pulmoner. Perdarahan gastrointestinal ringan
juga dapat ditemukan (10 sampai 30% ) dan biasanya akibat stress ulser
pada mukosa lambung atau usus halus.
GGA berat yang berkepanjangan akan dapat berkembang menjadi sindrom uremik
Diuresis
aktif dapat terjadi selama fase penyembuhan GGA, dapat juga, pada
beberapa keadaan, menyebabkanpenurunan volume intravaskuler dan
lambatnya penyembuhan GFR. Hipernatremia dapat juga menjadi komplikasi
pada fase penyembuhan jika pengeluaran cairan melalui urin hipotonik
tidak digantikan secara tepat dengan larutan saline hipertonik.
Hypokalemia, hypomagnesemia, hypophosphatemia, dan hypocalcemia adalah
komplikasi metabolik yang lebih jarang pada fase ini
PENGOBATAN
Pencegahan
Karena
tidak ada terapi spesifik untuk GGA iskemik dan nephrotoksik,
pencegahan merupakan hal yang paling penting. Bayak kasus GGA iskemik
dapat dihindari dengan adanya perhatian lebih tinggi pada fungsi
kardiovaskuler, seperti pada pasien beresiko tinggi seperti lansia dan
seseorang yang telah memiliki insufisiensi renal sebelumnya. Restorasi
agresif volume intravaskuler telah menunjukkan penurunan dramatis
terhadap insiden GGA iskemik setelah terjadinya operasi mayor atau pada
trauma berat dan luka bakar. Insiden GGA nephrotoxic dapat diturunkan
dengan penyesuaian obat nephrotoksik terhadap ukuran badan dan GFR.
Sebagai contoh, mengurangi dosis atau frekuensi pemakian obat pada
pasien yang memiliki kerusakan ginjal sebelumnya. Dalam hal ini, perlu
diketahui bahwa kadar kreatinin serum relative kurang sensitive untuk
mengetahui GFR dan dapat terlihat lebih tinggi pada pasien berukuran
kecil atau pada lansia. Untuk tujuan menentukan dosis obat, sangat
dianjurkan untuk menggunakan formula Cockcroft-Gault dimana faktor berat
badan dan umur mempengaruhi hasilnya. Menyesuaikan dosis obat
berdasarkan kadar obat yang bersirkulasi juga sepertinya mengurangi
resiko cedera di ginjal pada pasien yang mengkonsumsi antibiotik
aminoglycoside, cyclosporine, or tacrolimus. Diuretics, cyclooxygenase
inhibitors, ACE8 inhibitors, angiotensin II receptor blockers, dan
vasodilator lainnya harus digunakan dengan perhatian lebih pada pasien
yang dicurigai memiliki hypovolemia yang nyata atau penyakit
renovaskuler karena zat-zat ini dapat merubah GGA prerenal menjadi GGA
iskemik di masa depan. Allopurinol dan diuresis alkaline berguna sebagai
profilaksis pada pasien dengan beresiko tinggi terkena nephropati asam
urat akut (misalnya pada kemoterapi kanker hematologik) dengan cara
membatasi pembentukan asam urat dan mencegah presipitasi kristal urat
pada tubulus ginjal. Provokasi diuresis alkalin dapat juga mencegah atau
mengurangi GGA pada pasien yang mengkonsumsi methotrexat dosis tinggi
atau menderita rhabdomyolisis. N-acetylcysteine membatasi cedera ginjal
yang disebabkan oleh acetaminophen jika diberikan 24 jam pertama setelah
asetaminofen dikonsumsi. Ethanol menghambat metabolisme ethylene glycol
menjadi asam oxalic dan hasil metabolit toksik lainnya dan merupakan
tambajan penting pada hemodialisis pada penanganan kegawatdaruratan
intoksikasi ethylene glycol.
Terapi spesifik
Pada
dasarnya, GGA prerenal dapat reversible secara cepat setelah
memperbaiki abnormalitas hemodinamika primer dan GGA postrenal dapat
disembuhkan setelah obstruksi dihilangkan. Sampai sekarang, tidak ada
terapi spesifik untuk GGA renal karena iskemik atau nephrotoxic.
Penanganan terhadap kelainan ini berfokus pada menghilangkan penyebab
abnormalitas hemodinamika, menghindari paparan lanjutan dari toxin, dan
pencegahan serta penanganan komplikasi. Terapi spesifik GGA renal yang
disebabkan oleh keadaan lainnya tergantung patologis penyebab.
GGA PRERENAL.
Komposisi
dari terapi penggantian cairan pada GGA prerenal akibat hipovolemia
harus menyesuaikan komposisi cairan yang hilang. Hipovolemi berat akibat
perdarahan sebaiknya diterapi dengan transfuse packed red cells, dimana
saline isotonic hanya tepat untuk terpati penggantian cairan pada
perdarahan ringan atau sedang atau kerusakan plasma (luka bakar,
pankreatitis). Komposisi cairan kemih dan gastrointestinal dapat sangat
bervariasi namun biasanya hipotonik. Larutan hipotonik (mis. Saline
0,45%) biasanya direkomendasikan sebagai terapi pengganti awal pada GGA
prerenal akibat meningkatnya kehilangan cairan kemih dan
gastrointestinal, walaupun salin isotonic dapat berguna pada kasus yang
lebih berat. Terapi berkesinambungan sebaiknya berdasarkan pada
pengukuran kandungan ion dan volume cairan yang dieksresikan. Kadar
potassium serum dan status asam-basa sebaiknya dimonitor secara seksama.
Gagal jantung membutuhkan penatalaksaan aktif dengan inotropik positif,
agen penurun preload dan afterload, obat antiaritmia, dan alat bantu
mekanik seperti balon intraoaortik. Pengawasan hemodinamika invasif
dibutuhkan sebagai pedoman terapi komplikasi pada pasien yang secara
klinis fungsi kardiovaskulernya dan volume intravaskuler sulit dinilai.
Penatalaksanaan
cairan biasanya sulit pada pasien dengan sirosis berkomplikasi asites.
Pada keadaan ini, penting untuk membedakan antara full-blown sindrom
hepatorenal, yang dapat membawa prognosis buruk, dengan GGA reversible
yang disebabkan oleh hipovolemia akibat penggunaan diuretik berlebihan
atau sepsis (misal, spontaneous bacterial peritonitis). Kontribusi
hipovolemi terhadap kejadian GGA secara definitf dapat dinilai hanya
dengan pemberian cairan tambahan. Cairan sebaiknya diberikan secara
perlahan dan disesuaikan dengan jugular venous pressure dan bila perlu,
dengan pengukuran CVP (Central venous pressure) dan PCWP (pulmonary
capillary wedge pressure), lingkar perut, dan output urin. Pasien dengan
komponen prerenal reversible biasanya memiliki peningkatan output urin
dan penurunan kreatinin serum, dimana tidak ditemukan pada pasien dengan
sindrom hepatorenal dan dapat terjadi peningkatan pembentukan asites
serta gejala pulmoner jika tidak diawasi dengan baik. Volume berlebihan
asites biasanya dapat didrainase dengan metode parasentesis tanpa
penurunan fungsi ginjal jika albumin intravena diberikan secara
bersamaan. Dikatakan bahwa paracentesis dalam volume besar dapat memicu
peningkatan GFR, kemungkinannya dengan cara menurunkan tekanan
intraabdominal dan memperbaiki aliran vena renalis. Pengalihan cairan
asites dari peritoneum ke vena centralis (peritoneojugular shunt, LeVeen
atau Denver shunts) merupakan pendekatan alternative pada kasus yang
refrakter (sulit diobati) namun belum menunjukkan peningkatan harapan
hidup pada kelompok kontrol. Efek teknik terbaru dengan transjugular
intrahepatic portosystemic shunting (TIPS procedure) sekarang ini masih
dalam penilitian yang serius. Pengalihan juga dapat secara perlahan
memperbaiki GFR dan eksresi natrium, kemungkinan karena peningkatan
volume darah sentral memicu pelepasan atrial natriuretic peptides (ANPs)
dan menghambat sekresi aldosterone dan norepinephrine.
GGA RENAL.
Banyak
pendekatan yang berbeda telah diteliti kemampuannya dalam mengurangi
cedera atau mempercepat penyembuhan GGA iskemik dan nephrotoxic.
Termasuk ANP, dopamine dosis rendah, antagonis endothelin, loop
diuretics, calcium channel blockers, a-adrenoreceptor blockers, analog
prostaglandin, antioxidants, antibody leukocyte adhesion molecules, dan
insulin-like growth factor type I. Walaupun kebanyakan dari pendekatan
ini bermanfaat pada model penelitian GGA iskemik dan nephrotoxic, namun
tidak memperlihatkan manfaat yang konsisten (hasilnya bervariasi) dan
terbukti tidak efektif pada manusia
GGA
renal akibat penyakit intrinsic renal lainnya seperti
glomerulonephritis akut atau vaskulitis dapat berespon terhadap
kortikosteroid, alkylating agents, dan/atau plasmapheresis, tergantung
dari patologi primernya. Glucocorticoids juga dapat mempercepat remisi
pada kasus nephritis interstitial allergic. Pengendalian aktif terhadap
tekanan arteri sistemik juga sangat penting dalam mengurangi cedera
ginjal pada malignant hypertensive nephrosclerosis, toxemia pada
kehamilan, dan penyakit vakuler lainnya. Hipertensi dan GGA akibat
scleroderma dapat sangat sensitive dengan pengobatan ACE inhibitors.
GGA POSTRENAL
Penanganan
GGA postrenal membutuhkan kolaborasi mendalam dari ahli nephrology,
urology, dan radiology. Obstruksi urethra atau kandung kemih biasanya
diatasi pertama-tama dengan kateter transurethra, yang akan memberikan
penyembuhan temporer, sementara lesi obstruksi diidentifikasi dan
kemudian diberikan terapi definitive. Mirip dengan itu, obstruksi ureter
dapat diterapi mula-mula dengan katerisasi percutaneous terhadap pelvis
renalis atau ureter yang terdilatasi. Obstruksi biasanya dapat
disingkirkan secara percutaneous (mis, calculus) atau bypass dengan
memasukkan stent ureter (misal, karsinoma). Sebagian besar pasien
mengalami diuresis yang tidak biasanya selama beberapa hari setelah
terapi obstruksi. Sekitar 5% pasien akan mendapatkan sindrom
salt-wasting yang memerlukan pemberian salin intravena untuk menjaga
tekanan darah
Penanganan supportif.
Untuk
penanganan hipovolemia, intake natrium dan air disesuaikan dengan
jumlah cairan yang hilang. Hypervolemia biasanya dapat ditangani dengan
restriksi intake garam dan air serta pemakian diuretic seperti
furosemide. Loop diuretics dosis tinggi seperti furosemida( 200-499 mg
IV) atau bumetanide (sampai 10 mg diberikan dalam bentuk bolus IV atau
dengan infus) dapat memacu diuresis pada pasien yang tidak berespon
dengan dosis biasanya. Walaupun dikatakan bahwa dosis subpressor
dopamine terkadang dapat memicu eksresi air dan natrium dengan
meningkatkan aliran darah ginjal, meningkatkan GFR dan menghambat
reabsorbsi natrium di tubulus; dopamin dosis rendah (subpressor)
terbukti tidak efektif dalam penelitian klinis dan justru dapat
mengakibatkan arritmia dan sudden cardiac death pada pasien dengan sakit
yang berat, dan sebaiknya tidak digunakan sebagai agen renoprotektif
pada keadaan seperti ini. Ultrafiltrasi
atau dialisis digunakan untuk menangani hypervolemia yang berat jika
penanganan regular gagal. Hyponatremia dan hypoosmolality biasanya dapat
diatasi dengan restriksi intake cairan. Sebaliknya, hypernatremia
ditangani dengan pemberian air atau larutan saline hypotonic atau cairan
isotonic yang mengandung dextrose. Penanganan hyperkalemia dijelaskan
lebih lanjut pada bab berikutnya.
Asidosis
metabolic tidak selalu diatasi kecuali konsentrasi bikarbonat serum
turun hingga di bawah 15 mmol/Latau arterial pH turun dibawah 7.2.
Asidosis yang lebih berat dikoreksi dengan pemberian natrium bikarbonat
melalui oral atau intravena. Jumlah pemberian awal disesuaikan dengan
estimasi defisit dan disesuaikan berdasarkan kadar serum. Adanya
komplikasi dari pemberian natrium bikarbonat perlu diwaspadai pada
pasien, komplikasi dapat berupa hypervolemia, alkolosis metabolic,
hypocalcemia, dan hypokalemia. Dari pandangan praktikal, kebanyakan
pasien yang membutuhkan natrium bikarbonat membutuhkan dialysis darurat
beberapa hari kemudian. Hyperphosphatemia juga umumnya dapat
dikendalikan dengan restriksi fosfat, dan dengan aluminium hydroxida
oral atau kalsium karbonat, yang mengurangi absorbsi fosfat pada saluran
cerna. Hypocalcemia tidak selalu ditangani kecuali pada keadaan yang
sangat berat hingga dapat menyebabkan rhabdomyolisis atau pankreatitis
atau setelah pemberian bikarbonat. Hyperuricemia biasanya
ringan [<890>
Tujuan
dari penanganan nutrisi selama GGA fase maintenance adalah untuk
menyediakan kalori yang cukup untuk menghindari katabolisme dan
ketoasidosis akibat kelaparan sekaligus meminimalisir produksi limbah
nitrogen. Tujuan ini paling baik dicapai dengan restriksi diet protein
hingga sekitar 0.6 g/kg per hari untuk protein yang memiliki nilai
bologis tertinggi (mis, kaya akan asam amino essensial) dan memberikan
kalori terbanyak melalui karbohidrat(Sekitar 100 g setiap harinya).
Penanganan nutrisi lebih mudah dilakukan pada pasien nonoligoric dan
setelah dialysis. Hyperalimentasi parenteral dalam jumlah besar akan
memperbaiki prognosis, namun, manfaat langsung belum diperlihatkan dari
model control pada suatu penilitian
Anemia
sering kali membutuhkan transfuse darah pada keadaan berat dan masa
penyembuhan melambat. Berbeda dengan Gagal ginjal kronik, recombinant
human erythropoietin jarang digunakan pada GGA karena resistensi sum-sum
tulang terhadap erithropoetin sering terjadi, sehingga penanganan cepat
terhadap anemia dibutuhkan dan gagal ginjal biasanya self-limiting.
Perdarahan uremik biasanya terjadi setelah koreksi anemia, pemberian
desmopressin atau estrogen, atau dialysis. Antasida dosis reguler
sepertinya mengurangi insiden perdarahan gastrointestinal dan dapat
lebih efektif pada keadaan ini dibandingkan Antagonis H2-reseptor atau
PPI. Perawatan
rutin kanula intravena, kateter urin, dan peralatan infasif lainnya
sangat perlu dilakukan untuk mencegah infeksi. Sangat disayangkan,
antibiotic profilaksis tidak menunjukkan penurunan insiden terjadinya
infeksi pada pasien resiko tinggi ini
INDIKASI DAN MODALITAS DIALISIS
Dialisis
dilakukan untuk menggantikan fungsi ginjal sampai terjadi regenerasi
dan perbaikan dari fungsi ginjal. Hemodialysis dan peritoneal dialysis
sepertinya sama efektifnya untuk penanganan GGA. Sehingga modalitas
dialysis dipilih berdasarkan kebutuhan dari tiap-tiap pasien,
(misalnya., peritoneal dialysis dipilih pada pasien dengan hemodinamik
yang tidak stabil dan hemodialisis dilakukan setelah bedah abdominal
yang melibatkan peritoneum), keahlian nephrologist, dan fasilitas yang
disediakan Rumah Sakit. Akses vaskuler untukconventional intermittent hemodialysis didapatkan
dengan memasukkan kateter hemodialisis double-lumen ke dalam vena
jugularis internm. vena subclavian dan femoral adalah akses alternative
yang dapat digunakan. Peritoneal dialysis dilakukan dengan memasukkan
kateter “cuffed” kedalam rongga peritoneum. Inikasi asolut dialysis
termasuk adanya gejala sindrom uremik dan untuk menangani hypervolemia
yang refrakter, hyperkalemia, dan asidosis. Kebanyakan nephrologists
juga memulai dialysis jika kadar ureum darah >100 mg/dL, walaupun
tidak ditemukan tanda klinis uremia. Namun, pendekatan ini belum
divalidasi dengan penelitian klinis terkontrol. Bukti terkini mengatakan
bahwa semakin intensif hemodialisis dilakukan (mis, tiap hari
dibandingkan dengan tiap 2 hari ) semakin baik dan menunjukkan harapan
hidup yang lebih baik pada GGA selama dialysis itu diperlukan.
Kesimpulan ini mungkin tidak sesuai pada awalnya karena dialysis
sendiri, telah dipostulat dapat memperpanjang periode oligouria pada
beberapa kasus akibat hipotensi dan iskemi ginjal lebih lanjut dan
melalui aktifasi leukosit pada membran dialysis yang kemudian dapat
mencetuskan cedera pada ginja
Continuous renal replacement therapies (CRRTs)
merupakan alternatif selain dari teknik hemodialisis intermitten
konvensional sebagai penanganan GGA. CRRT merupakan teknik yang
bermanfaat pada keadaan dimana hemodialisis intermitten konvensional
gagal mengendalikan hypervolemia atau uremia dan orang yang tidak cukup
dengan intermittent hemodialysis dan pada saat peritoneal dialysis tidak
dapat dilakukan.Continuous arteriovenous hemodiafiltration (CAVHD)
membutuhkan akses vena dan arteri. Tekanan darah pasien menciptakan
ultrafiltrasi plasma pada pori membrane dialysis yang biocompatible.
Larutan crystalloid fisiologis lewat melalui sisi lain dari membrane
untuk terjadinya diffuse. Continuous venovenous hemodiafiltration (CVVHD),
sebaliknya, hanya membutuhkan sebuah kateter vena double-lumen sebagai
pompa yang menimbulkan tekanan ultrafiltrasi sepanjang membrane
dialysis. Pada teknik yang lebih sederhana yaitupada continuous arteriovenous hemofiltration (CAVH) dan continuous venovenous hemofiltration (CVVH)
langkah dialysis disingkirkan dan ultrafiltrasi plasma dipindahkan dari
membrane dialysis dan digantikan oleh larutan kristaloid fisiologis.
Bukti terkini mengatakan bahwa terapi dialysis yang intermitten atau
yang berkesinambungan sama efektifnya pada kasus GGA. Pemilihan
teknik murni berdasarkan kebutuhan pasien, fasilitas rumah sakit, dan
keahlian dari dokter. Potensi kekurangan dari teknik hemodialysis
berkelanjutan yaitu membutuhkan immobilisasi yang panjang pada tempat
tidur , antikoagulasi sistemik, dan kanul arterial (pada CAVH) dan
terpaparnya darah lebih lama oleh membran dialisis (walaupun relatif
biocompatible).
PROGNOSIS DAN OUTPUT JANGKA PANJANG
Nilai
mortalitas pada pasien dengan GGA sekitar 50% dan telah berkurang
sedikit selama 30 tahun terakhir. Perlu ditekankan, bagaimanapun, pasien
biasanya meninggal akibat sekuele dari penyakit primer yang mencetuskan
GGA dan bukan karena GGA itu sendiri. Dikatakan bahwa ginjal adalah
salah satu dari sedikit organ yang fungsinya dapat digantikan oleh mesin
(dialysis) untuk periode waktu yang cukup lama. Sesuai dengan
interpretasi ini, jumlah mortalitas sangat bervariasi tergantung pada
penyebab GGA, dan ~15% pasien kebidanan, ~30% GGA akibat toksin, and
~60% setelah trauma atau operasi besar. Oliguria (<400 style="">
>265 umol/L (>3 mg/dL) berprognosis buruk dan kemungkinan
memperlihatkan keparahan dari cedera ginjal atau dari penyakit primer.
Jumlah mortalitas lebih tinggi pada pasien lanjut usia dan pada pasien
dengan kegagalan multiorgan. Kebanyakan pasien yang melewati episode GGA
dapat sembuh dengan fungsi ginjal semula dan dapat melanjutkan hidup
seperti biasanya. Namun, 50% kasus memiliki gangguan fungsi ginjal
subklinis atau dapat ditemukan bekas luka residual pada biopsy ginjal.
Sekitar 5% pasien tidak pernah kembali fungsi ginjalnya dan membutuhkan
penggantian fungsi ginjal jangka panjang dengan dialysis atau
transplantasi. Sebagai tambahan 5% kasus mengalami penurunan GFR
progressif, setelah melalui fase awal penyembuhan, kemungkinan akibat
stress hemodynamic dan sclerosis glomeruli yang tersisa.
1.4 Gangguan Fitrasi
• Pada dewasa:
Lebih kurang 1200 cc darah/menit melewati ginjal, mengekspose darah ke membrane semipermeable menunjang fungsi glomeruli.
Fungsi utama adalah: filtrasi, yang menghasil-kan 120cc/menit plasma
berikut isinya yang tersaring dari darah untuk menjalankan proses lebih
lanjut, proses ini meninggalkan sebagian besar plasma protein.
• Ultrafiltrate yang diterima di kapsul keliling glomeruli (Bowman capsule) mengandung konsentrai substansi kimia organik dan non-organik yang sama seperti yang ada di dalam darah (glucose, amino acid, urea, asam urat, sodium dan potasium serta lain-lain)
• Berat jenis dari hampir kesemua protein filtrate glomeruli adalah 1.010.
Tubular Reabsorption
• Filtrate glomeruli melewati tubuli proximal,
80-90% air dan elektrolit, semua glocose, asam
amino, dan substansi lain yang berguna bagi
tubuh di reabsorbsi kembali masuk darah
melalui sel-sel tubuli.
• Melalui berbagai jumlah elektrolit yang diserap
kembali, ginjal meregulasi konsentrasi mereka
di dalam cairan tubuh.
• Elektrolit penting yang di-reclaimed ini adalah:
Na, Ka, Ca, Cl, Mg, S, dan P.
• Reabsorbsi yang selektif meninggalkan produk sampah hasil metabolisme, di antaranya:
- urea,
- asam urat, dan
- creatinine
bisa diekskresikan bersama dalam urine yang
keluar.
Kerja glomeruli: menyerap kembali yang
diperlukan tubuh dan menolak yang berbahaya
bagi tubuh.
TUBULAR SECRETION
• Sel tubuli sendiri memberi kesempatan substansi darah masuk ke dalam filtrate dan mengalir di dalam tubulinya.
• Molekul
creatinine dan substansi sintetik, di antaranya: penisilin bergerak
dari darah ke dalam filtrate di tubuli proximalis, sedangkan molekul
air, amonia, dan kalium bergerak dari darah ke dalam filtrate di tubuli
distal.
• Saat filtrate mencapai loop of Henle, yang
kecepatan originalnya (asli) 120ml/menit, akibat
absorpsi sebagain besar elektrolit-elektrolitnya
akan mengurang menjadi 20ml/menit.
• Aliran filtrate menurun lebih kurang 1ml/menit
saat mencapai ujung tubuli distal.
• Cairan final tubuli ini disebut URINE, menetes
melalui ductus collectivus masuk ke dalam
pelvis renis.
• Hormon yang bertanggungjawab adalah:
- ADH (hormon antidiuretik) asal neurohypophysis di otak berserta
- sodium-retaining hormone.
• Aliran darah, tipe dan jumlah beban cairan
dan status asam-basa mempengaruhi
penyesuaian ini.
1.5 Terapi pengganti ginjal
|
1.6 Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal berarti ginjal dipindahkan dari donor ke resipien. Umumnya pada anak, dimana ginjal baru diletakkan pada fossa iliaka. Transplantasi ginjal merupakan pilihan ideal untuk pengobatan gagal ginjal terminal. Organ ginjal yang ditransplantasikan dapat berasal dari donor jenazah ( cadaveric donor) atau dari donor hidup (living donor).
DiIndonesia transplantasi ginjal pertama dilaksanakan pada tahun 1977 oleh dr. Sidabutar dkk. Umur termuda yang pernah mengalami transplantasi ginjal di Indonesia ialah umur 14 tahun. Di negara maju, transplantasi ginjal pada anak dapat dilakukan sejak neonatus sampai umur 20 tahun. Ketahanan ginjal donor hidup (living donor grafts) adalah 87 % untuk 1 tahun pertama dan 68 % untuk 5 tahun pertama. Sedangkan untuk donor cadaver (cadaveric grafts) masing 72 % dan 50 %.
Transplantasi ginjal berarti ginjal dipindahkan dari donor ke resipien. Umumnya pada anak, dimana ginjal baru diletakkan pada fossa iliaka. Transplantasi ginjal merupakan pilihan ideal untuk pengobatan gagal ginjal terminal. Organ ginjal yang ditransplantasikan dapat berasal dari donor jenazah ( cadaveric donor) atau dari donor hidup (living donor).
DiIndonesia transplantasi ginjal pertama dilaksanakan pada tahun 1977 oleh dr. Sidabutar dkk. Umur termuda yang pernah mengalami transplantasi ginjal di Indonesia ialah umur 14 tahun. Di negara maju, transplantasi ginjal pada anak dapat dilakukan sejak neonatus sampai umur 20 tahun. Ketahanan ginjal donor hidup (living donor grafts) adalah 87 % untuk 1 tahun pertama dan 68 % untuk 5 tahun pertama. Sedangkan untuk donor cadaver (cadaveric grafts) masing 72 % dan 50 %.
1.7 PROSEDUR DIAGNOSTIK GAGAL GINJAL
Pengobatan Penyakit gagal ginjal
Akar masalah ginjal apa ? ketidak
mampuan sel-sel tubulus ginjal dalam membuang racun. Obat medis hanya
bisa menyentuh sel-sel yang sehat saja, dan jangan lupa obat medis
memiliki efek samping yang memperberat fungsi ginjal. Jadi solusinya
adalah bagaimana memperbaiki kerusakan-kerusakan sel-sel tubulus ginjal
tersebut tanpa ada efek samping ?
Ada 230 kandungan nutrisi dan bioaktif TNBB yang membantu memperbaiki kerusakan sel-sel ginjal
1. Kandungan Iridoid/ Pro- Xeronin,
yang mampu memperbaiki kerusakan sel-sel tubulus ginjal. dengan
terlebih dahulu memperbaiki metabolisme daripada liver, karena liver ini
berfungsi dalam metabolisme karbohidrat dan penyimpanan glikogen lipid
(Kolesterol dan vitamin tertentu), protein, manufaktur empedu, menyaring
toksin dalam darah, memproduksi faktor pembekuan darah, memproses sel
darah merah yang rusak dan berperan dalam imunitas. Dengan diperbaikinya
fungsi metabolisme liver, maka kerja ginjal tidak berat. sehingga
proses perbaikan sel-sel tubulus ginjal jadi lebih baik.
2. Scopoletin, menurunkan
inflamasi/peradangan di ginjal, mengurangi rasa sakit, menghambat enzim
COX-2 (enzim yang jahat dalam tubuh yang menyebabkan rasa sakit) dengan
di turunkan peradangan, kerja daripada Iridoid/Pro- Xeronin dalam
memperbaiki kerusakan sel-sel tubulus ginjal bisa optimal.
3. Mengaktifkan kembali Nitrix Oxide didalam
tubuh (Neuro Transmitter) komunikasi antar sel, ini berhubungan
kelenjar pituitari dan hipotalamus dengan sel-sel tubulus ginjal.
(memelihara homeostasis tekanan darah, denyut jantung, suhu tubuh dan
lain-lain)
Anda bisa mempelajari 52 paten efek terapi TNBB .
Dari sini kita bisa tahu TNBB memiliki perangkat lengkap mencegah dan
memperbaiki Ginjal beserta komplikasi yang menyertainya.
Sangat penting juga dicatat bahwa
pada kegagalan renal tahap akhir/gagal ginjal, asupan seorang pasien
diawasi secara hati-hati karena, karena air minum dibatasin, harus
seimbang yang keluar dan masuk. Dan juga terlebih-lebih mengenai asupan
kalium. Kalium yang cukup tinggi dapat menimbulkan serangan jantung.
TNBB mengandung
28,52 mg kalium dalam setiap 30 cc nya. Kandungan ini hanya setengah
dari 30 cc jus jeruk atau jus tomat seperti dicantumkan oleh
Laboratorium Department of Agriculture Nutrient Data di Amerika
Serikat. Lebih jauh lagi, anggur, nanas dan jus apel memiliki kandungan
kalium yang lebih tinggi dibandingkan TNBB. Angka Kecukupan Gizi di
Amerika (United States Recommended Dietary Allowance) untuk kalium
adalah 2 mg per hari, tujun puluh kali lipat lebih tinggi daripada yang
ditemukan datam 30 cc TNBB. Bagaimanapun bila anda mengalami kegagalan
renal tahap akhir dan memiliki pertanyaan apakah tingkat kalium dalam
TNBB dapat menimbulkan masalah, saya sangat menganjurkan anda
konsultasikan terlebih dahulu kepada saya untuk dosis yang tepat dengan
menunjukkan kadar kreatine, ureum, dan nilai kalium.
Penyebab Gagal Ginjal
Terjadinya gagal ginjal disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang didedrita oleh tubuh yang mana secara perlahan-lahan berdampak pada kerusakan organ ginjal. Adapun beberapa penyakit yang sering kali berdampak kerusakan ginjal diantaranya :
Terjadinya gagal ginjal disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang didedrita oleh tubuh yang mana secara perlahan-lahan berdampak pada kerusakan organ ginjal. Adapun beberapa penyakit yang sering kali berdampak kerusakan ginjal diantaranya :
· Penyakit tekanan darah tinggi (Hypertension)
· Penyakit Diabetes Mellitus (Diabetes Mellitus)
· Kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik
· Kelainan ginjal, dimana terjadi perkembangan banyak kista pada organ ginjal itu sendiri (polycystic kidney disease)
· Rusaknya
sel penyaring pada ginjal baik akibat peradangan oleh infeksi atau
dampak dari penyakit darah tinggi. Istilah kedokterannya disebut sebagai
glomerulonephritis.
Adapun
penyakit lainnya yang juga dapat menyebabkan kegagalan fungsi ginjal
apabila tidak cepat ditangani antara lain adalah ; Kehilangan carian
banyak yang mendadak ( muntaber, perdarahan, luka bakar), serta penyakit
lainnya seperti penyakit Paru (TBC), Sifilis, Malaria, Hepatitis,
Preeklampsia, Obat-obatan dan Amiloidosis.
Penyakit gagal ginjal berkembang
secara perlahan kearah yang semakin buruk dimana ginjal sama sekali
tidak lagi mampu bekerja sebagaimana funngsinya. Dalam dunia kedokteran
dikenal 2 macam jenis serangan gagal ginjal, akut dan kronik.
Tanda dan Gejala Penyakit Gagal Ginjal
Adapun tanda dan gejala terjadinya gagal ginjal yang dialami penderita secara akut antara lain : Bengkak mata, kaki, nyeri pinggang hebat (kolik), kencing sakit, demam, kencing sedikit, kencing merah /darah, sering kencing. Kelainan Urin: Protein, Darah / Eritrosit, Sel Darah Putih / Lekosit, Bakteri.
Adapun tanda dan gejala terjadinya gagal ginjal yang dialami penderita secara akut antara lain : Bengkak mata, kaki, nyeri pinggang hebat (kolik), kencing sakit, demam, kencing sedikit, kencing merah /darah, sering kencing. Kelainan Urin: Protein, Darah / Eritrosit, Sel Darah Putih / Lekosit, Bakteri.
Sedangkan tanda dan gejala yang mungkin timbul oleh adanya gagal ginjal kronik antara lain : Lemas, tidak ada tenaga, nafsu makan, mual, muntah, bengkak, kencing berkurang, gatal, sesak napas, pucat/anemi.
Kelainan
urin: Protein, Eritrosit, Lekosit. Kelainan hasil pemeriksaan Lab.
lain: Creatinine darah naik, Hb turun, Urin: protein selalu positif.
Cara Mengatasi Gagal Ginjal
Dr.dr. Amarullah H Siregar. DIHom, DNMed, MA, MSc, ND,Ph.D
Gagal Ginjal Kronis, Tahitian Noni Kembalikan Fungsi Ginjal
KARTU
MATI sudah ditangan apabila seseorang sudah mengidap penyakit gagal
ginjal. Mungkin Anda tidak percaya dengan kisah berikut ini, tetapi
kejadian ini nyata adanya.
Rudi
pria kelahiran Selat Panjang, Bengkalis Riau ini memiliki pengalaman
yang sangat memilukan. Vonis gagal ginjal kronis harus ia terima saat
usianya masih muda. Tapia pa mau dikata. Allah SWT berkehendak beda.
“Langkah medis sudah saya jalani hingga saya kehabisan uang. Karena saya
harus cuci darah setiap dua minggu sekali. Beruntung ada tetangga yang
memberikan saya Tahitian NoniJuice. “Katanya jus ini berkhasiat untuk kesehatan,” ceritanya. Mukjizat Allah SWT menghampiri Rudi melalui TNJ.
Sebelum
divonis gagal ginjal kronis oleh dokter. Rudi adalah pemuda yang gigih
mendulang rejeki demi keluarga dan masa depannya. Ia pandai memanfaatkan
waktu luang ditengah kesibukannya menuntut ilmu di perguruan tinggi
dengan mengajar dan bekerja serabutam seperti mengojek bahkan menjadi
marbot masjid. Semua ia jalani dengan sukacita tanpa beban.
Suatu
ketika, Rudi merasakan demam dan panas tinggi, nafsu makannyapun
berkurang. Ia pun memeriksakan diri ke rumahsakit. Rudi kaget mendengar
vonis gagal ginjal kronis oleh dokter RSUD pekanbaru kepadanya. “Saya
berfikir bahwa biaya untuk kesembuhannya pasti akan banyak. Apalgi
dokter sudah memvonis bahwa saya harus cuci darah setiap dua minggu
sekali,” ceritanya.
Mendengar Rudi mengalami penyakit yang mengkhawatirkan, Pak Sugiyanto yang telah mengenal dan merasakan manfaat TNJ bagi
kesehatannya, merekomendasikan Rudi untuk mengonsumsinya. “Awalnya saya
ragu karena harganya yang ‘wah”. Beruntung Pak Sugiyanto memberikan
keringanan dalam pembayaran TNJ.
Saya bias cicil,” katanya. Alhamdulillah TNJ menjadi solusi derita
Rudi. “Walau awalnya terasa sakit saat minum pertama kali namun efeknya
sungguh diluar dugaan saya,” katanya. Kini Rudi siap menghadapi
hari-hari sibuknya tanpa keluhan. “Terimakasih TNJ.”
Untuk Penyembuhan gagal ginjal
Segera Order Tahitian Noni Juice
– Terbukti Secara Klinis, Alami Aman tanpa efek samping, Rekomendasi
Dokter dan Pakar Kesehatan Dunia, Diakui PBB dan Uni Eropa, sertifikat
Halal IFANCA dan MUI, ijin BPOM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar